Rabu, 23 Maret 2011

PENGENDALIAN ANGGOTA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KINERJA KOPERASI


Diajukan untuk memenuhi tugas mata Kuliah Seminar Koperasi
Oleh : Ruhmi Annisa Jkasim

A.      Latar Belakang Masalah
Pengembangan koperasi dalam dimensi pembangunan nasional yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan pendapatan antar golongan dan antar pelaku, ataupum penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu, pengembangan koperasi diharapkan mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam proses mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan meningkatnya perekonomian daerah, dan ketahanan ekonomi nasional. Pertumbuhan koperasi diberbagai sektor perekonomian hendaknya mampu mengimplementasikan serta  menumbuhkembangkan prakarsa dari semua pihak yang terkait, terutama yang menyangkut aspek penciptaan investasi dan iklim berusaha yang kondusif, kerjasama yang harmonis dan sinergi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat pada tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota.

Mengingat peran koperasi yang dapat bertahan terhadap krisis ekonomi, berbagai pihak terkait diharapkan dapat terus meningkatkan peran koperasi dalam upaya mewujudkan ekonomi kerakyatan. Maka koperasi sebagai lembaga ekonomi perlu meningkatkan daya saingnya, agar dalam menjalankan usahanya selalu berpedoman pada efisiensi dan efektifitas usaha. Cara terbaik untuk melaksanakan usaha yang berdasar kepada unsur-unsur efisiensi dan efektifitas usaha adalah melalui pelaksanaan sistem manajemen yang baik. Salah satu fungsi manajemen yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas adalah pengendalian, di samping perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.

Mengingat bahwa di dalam organisasi koperasi anggota adalah sebagai pemilik serta pengguna jasa koperasi, maka kemampuan setiap anggota untuk melaksanakan pengendalian melalui rapat anggota perlu ditingkatkan, sehingga dapat melakukan pengendalian terhadap organisasi dan usaha koperasi. Dengan meningkatnya kemampuan anggota untuk melakukan pengendalian di dalam rapat anggota, maka fungsi anggota untuk melakukan pengawasan terutama dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya semakin baik. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoprasian pasal 23 sampai dengan pasal 28.

Disadari bahwa dalam organisasi koperasi mempunyai pengawas yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Namun pengendalian oleh anggota tidak bertentangan dengan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas, dan juga tidak tumpang tindih, karena merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung untuk dapat meningkaktan kinerja koperasi. Pengendalian yang paling sederhana yang dapat dilaksanakan oleh anggota terhadap usaha dan organisasi koperasi adalah melalui pelaksanaan rapat anggota koperasi. Namun demikian dalam pelaksanaan rapat anggota yang dilakukan oleh koperasi, pengendalian sebagaimana dimaksud belum terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, pengendalian anggota pada koperasi dalam rangka peningkatan kinerja koperasi, ini dilaksanakan untuk mendapatkan model pengendalian koperasi oleh anggota yang dapat mempermudah anggota dalam melakukan pengendalian melalui rapat anggota. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi masalah, penyiapan bahan pengendalian anggota melalui pelaksanaan rapat anggota maupun dalam rapat penyusunan angaran belanja dan pendapatan koperasi.

B.       Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah: Melakukan pengkajian terhadap pengendalian anggota pada koperasi dalam rangka peningkatan kinerja koperasi, sehingga partisipasi anggota koperasi tidak hanya terbatas pada aktivitas usaha saja, tetapi juga dalam aktivitas manajemen yang dilakukan koperasi.
C.      Pembahasan Makalah
1.      Konsep Manajemen Koperasi

Manajemen koperasi merupakan proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia, material serta keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan, yaitu untuk menghasilkan manfaat yang dapat digunakan oleh anggotanya dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonominya. Proses, berarti manajemen koperasi merupakan serangkaian kegiatan yang teratur, melalui tahap perencanaan, pengorganisasian,pengendalian. Optimal mengandung maksud bahwa sumber daya koperasi dikelola secara efisien& efektif. Manajemen koperasi dapat diartikan dalam dua pendekatan yaitu: pertama pendekatan kebudayaaan, yaitu menunjuk kepada orang atau kelompok orang dan yang kedua pendekatan proses, yaitu pelaksanaan proses manajemen itu sendiri. (Caska 2003,dalam Saudin Sijabat).

UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 21 menyatakan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari (a) Rapat Anggota, (b) Pengurus dan Pengawas, (c) Manajer. Ketiganya dalam organisasi Koperasi memiliki tugas mengembangkan kerjasama sehingga membentuk suatu kelompok pengelola untuk menjalankan fungsi-fungsi dari perangkat organisasi koperasi (Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas), secara bertahap dan kronologis harus dilakukan berdasarkan fungsi manajemen. Dalam manajemen koperasi kekuasaan tertinggi adalah ditangan rapat anggota, sebab koperasi adalah organisasi dari, oleh dan untuk anggota. Karena rapat anggota yang pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan organisasi dengan sendirinya dapat mengelola kegiatan-kegiatan koperasi.

Pada dasaranya fungsi anggota koperasi dalam manajemen koperasi dapat digambarkan melalui model kesesuain partisipasi : (Roepke, dalam Syahza.A)



Text Box: Output
PROGRAM
 




                               
                               
                                       Permintaan                    Keputusan
Alat-alat Partisipasi (Voice,Vote,Exit)
 
Text Box: Tugas                                           


                    
Text Box: Kebutuhan                    
Rounded Rectangle: EFEKTIVITAS
PARTISIPASI
Text Box: Kemampuan












             
                Berdasarkan bagan diatas maka peran anggota dalam manajemen koperasi dapat dilakukan melalui alat-alat partisispasi yaitu voice dan vote yang dapat dituangkan dalam proses rapat anggota baik dalam pengambilan keputusan, memilih maupun yang lainya.
2.      Indikator Kinerja Koperasi

Kinerja sebuah kegiatan biasanya diukur berdasarkan beberapa indikator kinerja, sebagai berikut: Pertama, indikator inputs adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran yang dikehendaki. Kedua, indikator output adalah segala sesuatu yang diharapkan langung dapat dicapai dari suatu kegiatan baik berupa fisik maupun non fisik. Ketiga, indikator outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Keempat, indikator benefit adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikatot kinerja ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Kelima, indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Seperti halnya indikator manfaat, indikator dampak juga baru dapar diketahui dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang.

3.      Materi Pengendalian Anggota Koperasi

Materi pengendalian anggota dalam rangka meningkaktan kinerja koperasi terutama yang menyangkut dengan organisasi dan usaha koperasi dengan titik berat kepada efisiensi dan efektivitas, antara lain adalah :
a)        Kelembagaan Koperasi
Pengendalian anggota pada kelembagaan koperasi yang menjadi penekanan dalam organisasi dan manajemen koperasi adalah: (1) Pengurus, Pengawas dan Karyawan Koperasi, (2) Kelengkapan dan pemeliharaan administrasi organisasi, (3) Rencana Pengembangan Usaha Koperasi, (4) Penyelenggaraan rapat anggota, rapat pengurus dan rapat pengawas, pendidikan koperasi, kunjungan.
b)        Usaha Koperasi
Mengkaji jenis-jenis usaha baik yang sudah dilaksanakan maupun yang direncanakan atau akan dilaksanakan, terutama untuk pengembangan usaha baru. Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan untuk mengevaluasi usaha koperasi adalah dampak berupa manfaat yang diberikan oleh usaha tersebut kepada lembaga dan anggota koperasi.
c)         Laporan Pengurus
Laporan pengurus yang merupakan materi pengendalian anggota dalam rangka peningkatan kinerja koperasi adalah laporan realisasi usaha dan keuangan selama kurun waktu tertentu. Laporan pengurus secara tertulis harus disampaikan oleh pengurus kepada anggota paling tidak seminggu sebelum pelaksanaan rapat. Hal tersebut diperlukan agar setiap anggota mempunyai waktu untuk mempelajari dan mengevaluasi laporan dimaksud secara cermat. Anggota harus meneliti dan mengevaluasi kebenaran setiap laporan dan tindakan yang dilakukan oleh pengurus koperasi, demikian pula dengan kebenaran dari laporan keuangan yang disampaikan.

4.      Pengendalian Anggota Untuk  Meningkatkan Kinerja Koperasi

Pengendalian anggota untuk meningkatkan kinerja suatu koperasi dapat dilakukan oleh anggota setiap saat, tidak terbatas hanya pada pelaksanaan forum rapat anggota saja, yang frekwensi pelaksanaan dan waktu pelaksanaan sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 20 ayat (2) butir d dan f UU No. 25 tahun 1992. Namun pengendalian diluar forum rapat anggota biasanya sangat spesifik dan sering tendensius untuk kepentingan perorangan, maka dalam kajian pengendalian ini lebih dititik beratkan pada hal-hal yang lebih umum dan bersifat menyeluruh dalam pelaksanaan perkoperasian dalam rangka peningkatan kinerja koperasi melalui pelaksanaan rapat anggota.

5.      Tehnik Pengendalian oleh Anggota Koperasi

Tehnik pengendalian oleh anggota melalui rapat anggota terutama rapat anggota tahunan, adalah dengan melakukan evaluasi yang cermat terhadap laporan yang disampaikan oleh pengawas dan pengurus, baik secara tertulis maupun lisan. Laporan yang disampaikan oleh pengurus adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh koperasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini kapasitas dan kemampuan setiap anggota untuk mengkoreksi kinerja koperasi sangat diperlukan. Pengendalian anggota koperasi melalui rapat anggota dapat terlaksana dengan baik apabila setiap anggota menyimak dengan baik materi laporan yang disampaikan oleh pengurus. Dalam kenyataan pelaksanaan rapat anggota sangat sering terjadi kehadiran anggota hanya sekedar memenuhi persyaratan (qourum) pelaksanaan rapat sehingga hasil rapat menjadi tidak efektif. Sehubungan dengan hal tersebut maka tehnik pengendalian oleh anggota melalui rapat anggota yang paling sederhana adalah sebagai berikut :

a)    Setiap anggota mempelajari laporan tertulis yang telah disampaikan oleh pengurus beberapa hari sebelum pelaksanaan rapat anggota.
b)   Membuat perbandingan atas realisasi pelaksanaan usaha sesuai dengan yang telah direncanakan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Koperasi (RAPBK).
c)    Membuat catatan terhadap hal-hal yang menurut anggota memerlukan penjelasan tambahan atas laporan tertulis.
d)   Menyusun pertanyaan atas hal-hal yang menurut anggota perlu klarifikasi, terutama atas tindakan pengurus yang tidak melaksanakan kegiatan yang telah direncankan pada tahun sebelumnya, dan tindakan-tindakan pengurus yang tidak melalui keputusan rapat anggota.
e)    Melakukan koreksi atas RAPBK yang disampaikan pengurus serealitas mungkin.
f)    Menyampaikan usul-usul yang positif dan membangun dalam rangka meningkatkan usaha dan organisasi koperasi dimasa yang akan datang.
g)   Mengevaluasi serta melakukan penilaian atas laporan keuangan secara cermat, dengan mengadakan penilaian terhadap semua transaksi usaha dan kegiatan kelembagaan yang telah dilakukan oleh koperasi berdasarkan perhitungan-perhitungan efisiensi dan efektivitas.

D.      Penutup
1.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja koperasi adalah dengan menggunakan sistem pengendalian anggota koperasi. Pengendalian anggota koperasi merupakan suatu proses pendekatan yang digunakan agar angggota ikut terlibat dalam proses manajemen koperasi, sehingga mampu menciptakan iklim koperasi yang efektif dan efisien, dan mampu mencitakan sebuah koperasi yang tangguh dan dapat menjadi pilar perekonomian Negara Indonesia.

2.    Saran

Dengan adanya pembahasan makalah tentang pengendalian anggota koperasi sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja koperasi maka diharapkan dapat menjadi sebuah rujukan bagi koperasi yang berada di Provinsi Riau dalam proses meningkatkan efisiensi dan efektifitas usahanya.

DAFTAR PUSTAKA

Syahza.A. (2009). Ekonomi Pembangunan. Pusat Pengembangan Pendidikan  Universitas Riau.Pekanbaru.
Hanel. Alfred.1989. Pokok-pokok pikiran mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijakan pengembangan di Negara-negara Berkembang. Universitas Padjajaran.
Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat). Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.

http://www.Google.com

komentar terhadap artikel pendidikan

 Diajukan untuk memenuhi tugas mata Kuliah Administrasi Pendidikan 
Oleh : Ruhmi Annisa Jkasim 

UJIAN NASIONAL DALAM BINGKAI PENDIDIKAN HOLISTIK 
William Chang | Kompas
         Terlepas dari maksud baik apapun, dampak negatif pemberlakuan Ujian Nasional (UN) tak terelakkan. Tindak kekerasan (perusakan sekolah) serta meneguk minuman keras termasuk reaksi atas ketidaklulusan menempuh UN (Kompas, 15/6/2004). Selain itu, metode "penilaian" hasil ujian siswa (baca: "pelulusan", "penguntungan" dan "perugian" siswa) perlu dipertanyakan. Ketajaman intelektual mendapat sorotan istimewa dalam dunia pendidikan formal. Terkesan, keunggulan (arĂȘte, virtue) kepribadian seorang anak didik ditakar berdasarkan relativitas angka yang umumnya telah direkayasa. Secara tidak langsung, dari satu sisi sistem ini lebih menghargai pribadi anak-anak yang berintelektualitas tinggi daripada anak-anak yang berintelektualitas sedang dan rendah. Ini termasuk berita diskriminatif dalam dunia pendidikan formal. 
          Demi perbaikan dunia pendidikan, sistem (penilaian) UN ini perlu lebih dicermati. Pertama, model soal multiple choice acapkali membingungkan, dari sisi lain model ini mengajar anak didik untuk berspekulasi dan mereka-reka dalam hidup. Kedua, metode konversi (jelmaan dari sistem "katrol-katrolan") perlu ditinjau ulang, sebab metode ini membuka peluang luas untuk mempermainkan (baca: menyulap) hasil keringat dan perasan otak siswa. Bukan mustahil, kesempatan berpolitik uang akan bertumbuh subur dalam dunia pendidikan formal. Ketiga, anak didik tidak dihadapkan dengan realitas hidup dan hasil perjuangannya sendiri, namun anak-anak didik diperkenalkan dengan budaya rekayasa. Sistem penilaian UN pada dasarnya mendidik anak-anak kita untuk mengubah sesuatu tanpa memperhatikan hak pihak lain. Merugikan pihak lain tanpa landasan yang adil. Suatu keberhasilan semu diperoleh tidak melalui proses normal, melainkan melalui sistem spekulatif yang berciri untung-untungan. Ketidakadilan muncul dalam dunia pendidikan formal karena siswa yang berhak menerima nilai yang semestinya merasa dirugikan oleh sistem ini. Sementara itu, terdapat sejumlah siswa diuntungkan oleh sistem ini. Anak didik tidak diajar untuk menghargai hak orang lain sebagaimana mestinya. Biarkan anak didik sendiri yang menentukan hasil keringat mereka tanpa manipulasi yang merugikan dan menguntungkan. Relativitas dimensi intelektual dalam pendidikan formal memang tak tersangkalkan. Akibatnya, kualitas kepribadian anak didik tidak cukup hanya ditakar berdasarkan intelektualitas yang di-angka-kan melalui sistem penilaian tertentu. Secara ideal &teoretis, dunia pendidikan diharapkan bisa mempersiapkan anak didik berkepribadian integral yang menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai dasar hidup manusia. Integritas kepribadian anak didik seharusnya mengenal dan memiliki suatu sistem intelektualitas yang saling terkait (interdependent multiple intelligence) yang perlu diperkenalkan dan ditanamkan dalam dunia pendidikan formal (Bpk. Teori multiple intelligence Howard Gardner). Anak didik yang berintelektualitas integral sanggup berkomunikasi dengan diri-sendiri, sesama dan lingkungan hidup sambil memperhatikan nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi. Dimensi moralitas jadi bahan pertimbangan dalam pola pikir, bicara dan tindak-tanduk. Suatu pemikiran yang terpaut dengan kenyataan dan pengalaman hidup sangat dibutuhkan. 
        Sistem penilaian UN secara tidak langsung mengajar anak didik untuk mencapai nilai tertentu tanpa mempertimbangkan dimensi moral metode yang diterapkan pada penilaian. Makna intelektualitas integral direduksi melalui proses penilaian yang terkait dengan angka-angka yang ditentukan oleh pihak lain menurut standar yang dianut. Anak didik berintelektualitas sehat dengan sendirinya menilai sistem penilaian UN tidak adil dan merugikan pihak yang berhak untuk memperoleh nilai lebih. Anak didik yang belajar sungguh-sungguh akan dirugikan, sedangkan anak didik yang malas belajar akan diuntungkan. (Kompas, 15/6/2004). 
        Ke arah manakah pendulum dunia pendidikan formal kita? Metode penilaian UN mengandung unsur manipulasi pihak yang berkompetensi dalam menentukan hasil usaha dan perjuangan anak didik. Yang lebih tragis adalah pendidikan ketidakadilan di kalangan anak- anak didik. Secara tak sadar dunia pendidikan formal kita sedang mempersiapkan dan melahirkan generasi muda yang menghalalkan sistem "katrol-katrol"-an, mengubah realitas menurut maksud manusia, merugikan pihak lain tanpa rasa bersalah dan diuntungkan dengan jalan haram. Sistem penilaian UN perlu mempertimbangkan kerangka holistik pendidikan tanpa meninggalkan cara pandang berperspektif interdisipliner dalam suatu konteks keseluruhan yang membantu manusia untuk lebih memahami dan menyelami makna pendidikan humaniora. Dikotomi klasik yang memisahkan otak- hati, pengetahuan-agama, keindahan-fungsi segera ditinggalkan karena pendekatan ini akan menimbulkan fragmentasi dalam hidup manusia. Betapapun, metode penilaian UN perlu ditempatkan dalam bingkai dunia pendidikan holistik tempat manusia belajar hidup bersama dengan yang lain. Ruang kelas menjadi sebuah komunitas. Dunia pendidikan menjadi tempat bagi manusia untuk mengembangkan hubungan-hubungan baik, adil, terbuka, jujur, saling menghormati, tak merugikan pihak lain. Pendidikan ini tidak lagi memprioritaskan kompetisi, tapi proses belajar saling mendukung, kerja sama dan membebaskan. Suatu masyarakat yang lebih baik, adil dan sejahtera menjadi sasaran utama dalam proses pendidikan holistik. 
Sumber Artikel : http://semipalar.net/artikel/Masalah Pendidikan Indonesia/17.html 
Di akses 11 Maret 2011 
Komentar terhadap Artikel di atas : 
         Pembahasan artikel diatas sangat menarik untuk dibahas dan dikaji lebih lanjut. Hiruk pikuk dunia pendidikan saat ini sepertinya sudah menjadi cerita lama bagi masyarakat Indonesia. Permasalahan muncul bertubi-tubi namun ujung peneyelesain sepertinya tak jua hadir, mulai dari Kurikulum yang terus berubah, Biaya Pendidikan yang semakin mencekik orang tua murid, Rencana Undang-undang BHP, Kulaitas Pendidik, Fasilitas Pendidikan yang belum memadai, dan masalah utama lainya adalah adanya sistem Ujian Nasional yang dijadikan tolak ukur kelulusan siswa dalam menempuh dunia pendidikan formal, namun pada kenyataannya Ujian Nasional pula lah yang menjadi sistem yang akan membawa generasi bangsa ini pada pola pikir yang tebak-tebakan atau aji mumpung, persis seperti yang di ungkapkan dalam artikel di atas, pola pikir ini akan sangat berpengaruh pada proses seseorang dalam hidupnya. 
        Bila kita dengar di media cetak maupun elektronik, berapa banyak siswa yang menjadi korban dari Ujian Nasioanal, berbagai kejadian muncul, ada siswa yang mengalami ganguan jiwa, histeris ketika melihat pengumumam nila Ujian Nasional, bahkan ada yang mencoba bunuh diri, suggug tragis, namum inilah kenyataanya. Seperti yang diungkapkan dalam artikel diatas bahwa Sistem penilaian UN pada dasarnya mendidik anak-anak kita untuk mengubah sesuatu tanpa memperhatikan hak pihak lain. Merugikan pihak lain tanpa landasan yang adil. Suatu keberhasilan semu diperoleh tidak melalui proses normal, melainkan melalui sistem spekulatif yang berciri untung-untungan. 
         Dalam keadaan yang sama ternyata Ujian Nasional menjadi gambaran rendahnya sistem pendidikan di Indonesia. Mungkin hal ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa dalam penyelenggaraan Ujian Nasional acap kali guru menjadi sang pahlawan para siswa, tidak sedikit sekolah-sekolah yang tercoreng namanya lantaran guru memeberikan kunci jawaban kepada siswa. Alih-alih ada sebagian siwa yang nekad membeli kunci jawaban dari pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari keadaan ini. Disini jelas bahwa Ujian Nasional tidak menciptakan iklim kompetitif yang sehat namun menciptakan pola pikir asal lulus dengan acra apapun bagi para siswa. 
          Pada dasarnya tidak ada salahnya jika Ujian Nasional dilaknsanakan oleh pemerintah sebagai suatu referensi pihak pemerintah untuk mengetahui daya saing para siswa di Indonesia, sehingga pemerintah dapat mengambil langkah kebijakan yang tepat untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, namun jangan dijadikan sebagai tolak ukur atau standar kelulusan, karena hal ini akan sangat menyulitkan para siswa. Kemampuan intelektual yang dimiliki olah setiap siswa akan dipengaruhi olah banyak faktor, seperti akses informasi yang dimiliki, lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat, dan banyak hal, sangat tidaklah sama kemampuan siswa yang tinggal dipedalaman daerah dengan siswa yang dikota, jika pemerintah menetapkan standar nilai yang harus dicapai oleh siswa untuk lulus maka ini sangatlah tidak adil. 
         Dalam dunia pendidikan kemampuan intelektual bukanlah satu-satunya tujuan utama diselenggarakanya pendidikan, namun mencakup berbagai aspek yang pada akhirnya diharapkan mampu menolong setiap individu untuk mengembangkan dirinya dalam kehidupan masyarakat. Jika kita merujuk pada makna intelektual yang sering digambarkan dengan kecerdasan, maka makna cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya, bukan menyatakanya dalam angka-angka yang diperoleh saat Ujian Nasional. Kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek utama, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Namun seperti yang kita ketahui bersama dalam dalam Ujian Nasional hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Selain itu jika kita merujuk pada UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas : standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala, dengan demikian maka sepantasnya yang mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan bukan ditentukan secara sepihak oleh pemerintah, namum juga harus ada kerjasama dengan guru, kerana guru pada dasarnya lebih mengetahui kemampuan siswa dalam berbagai aspek penilaian. “Dunia pendidikan menjadi tempat bagi manusia untuk mengembangkan hubungan-hubungan baik, adil, terbuka, jujur, saling menghormati, tak merugikan pihak lain. Pendidikan ini tidak lagi memprioritaskan kompetisi, tapi proses belajar saling mendukung, kerja sama dan membebaskan.” Petikan pernyataan dalam artikel diatas adalah sesuatu yang pada dasarnya menjadi tujuan utama dari pendidikan bangsa ini, sehingga dalam cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu “Mencerdaskan Kehidupa Bangsa” dapat dirasaka oleh seluruh lapisan masyarakat.

Selasa, 22 Maret 2011

REPOSISI KOPERASI SEBAGAI UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN KOPERASI DI RIAU

OLEH : RUHMI ANNISA JKASIM
Disampaikan pada Seminar Koperasi kelas Ekonomi Koperasi 2008-FKIP UR 

A.Latar Belakang Masalah 

     Sejalan dengan ide pengembangan eksistensi koperasi, dalam kondisi krisis ekonomi, gIobaIisasi/liberalisasi ekonomi dunia sekarang ini, upaya untuk mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pembangunan koperasi adalah sangat penting. Keikutsertaan warga masyarakat sebagai pelaku ekonomi tersebut diperlukan dalam upaya mencapai sasaran-sasaran makro pembangunan ekonomi yaitu penyembuhan ekonomi nasional. Hal tersebut dimungkinkan karena koperasi memiliki peluang yang cukup besar mengingat potensi ekonomi anggota koperasi walaupun kecil-kecil tetapi sangat banyak dan tersebar, sehingga mampu membentuk kekuatan yang cukup besar baik dari aspek produksi, konsumsi maupun jasa-jasa. 
      Koperasi merupakan suatu wadah untuk mengembangkan demokrasi yang menghimpun potensi pembangunan dan melaksanakan kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota-anggotanya. Koperasi berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi yang mampu mengelola perekonomian rakyat sehingga dapat memperkokoh kehidupan ekonomi nasional berdasarkan azas kekeluargaan. (Syahza.A, 2009). Muslimin, N (2008) menyebutkan bahwa koperasi merupakan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha didirikan orang perseorangan yang memiliki usaha sejenis, yang mempersatukan dirinya secara sukarela, dimiliki bersama, dan dikendalikan secara demokratis untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi. Sebagai wadah kumpulan usaha sejenis yang memiliki kepentingan yang sama baik untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang penuh dengan nilai-nilai universal yang merupakan kekuatan dasar membangun modal sosial.                                                                                                             
          Koperasi dan usaha kecil Menengah merupakan bentuk dan jenis usaha yang digolongkan dalam ekonomi kerakyatan karena sifatnya mandiri dan merupakan usaha bersama. Ketahanan ekonomi nasional sangat tergantung pada ekonomi daerah yang bertumpu pada pelaku-pelaku ekonomi termasuk koperasi. Untuk itu, kekuatan ekonomi akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kekuatan sinergi kolektif yang dinanguni koperasi berjalan sebagaimana mestinya.( Syahza.A, 2009). Koperasi di Provinsi Riau pada tahun 2007 berjumlah 4.167 unit dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 4.356 unit. Dari jumlah koperasi tersebut yang dapat digolongkan aktif pada tahun 2007 adalah 2.791, sementara meningkat pada tahun 2008 menjadi 2.975 unit koperasi. Kehidupan koperasi diupayakan untuk terus dikembangkan oleh pemerintah pada masa mendatang melalui penguatan permodalan, pembenahhan sistem manajemen serta perluasan akses pasar.( Syahza.A, 2009).
            Geliat perkoperasian di Riau kian menunjukkan perkembangan positif tiga tahun terakhir. Selain dinilai dari kuantitasnya, kemajuan koperasi dan UKM juga terlihat dari kualitas dan daya serap tenaga kerjanya. Namun pada saat yang sama, dalam perkembangannya, koperasi juga mengalami suatu kendala yang besar. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Indra Bangsawan bahwa sebagian koperasi di Riau belum baik karena mengalami sejumlah masalah dalam pengelolaannya, seperti masalah dalam hal manajemen, sumber daya manusia, permodalannya yang belum mencukupi, kemudian, koperasi juga sering mengalami masalah teknis dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Di sisi lain, produk-produk tersebut seringkali tidak bisa bersaing dengan produk industri. (Formatnews - Pekabaru, 20 februari 2011).        
          Permasalahan-permasalahan koperasi di Riau yang telah diungkap diatas menjadi dasar pemikiran dalam penulisan makalah ini serta menjadi acuan dalam menentukan solusi dari permasalah tersebut, yaitu perlu adanya reposisi terhadap koperasi di Provinsi Riau. 
B. Perumusan Masalah 
        Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah dalam makalah ini adalah : a) Perkembangan koperasi di daerah Riau. b) Permasalahan yang timbul dalam perkoperasian di Riau. c) Reposisi sebagai upaya untuk mengatasi permasalah koperasi di Riau 
C.   Pembahasan Makalah 
      1. Perkembangan Koperasi di Riau 
         Selama tahun 2008 hingga 2009 pertumbuhan koperasi di Riau mengalami peningkatan yang sangat pesat. Dari data yang ada menunjukkan pada tahun 2008 jumlah koperasi hanya 4.356, namun tahun 2009 bertambah menjadi 4.577. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Riau, Raja Indra Bangsawan mengatakan, bahwa perkembangan koperasi di Riau yang sangat pesat terutama untuk koperasi perkebunan, hal ini disebabkan banyaknya masyarakat bermatapencarian disektor perkebunan. Kemajuan tersebut masih perlu koordinasi program antar koperasi dan UKM dari daerah, provinsi hingga pemerintah pusat. (RiauInfo.com)      
       Perkembangan koperasi dan UKM di Riau seiring dengan program K2I Provinsi Riau dalam hal mengentaskan kemiskinan, kebodohan, serta mendorong peningkatan infrastuktur daerah Riau. Perkembangan ini dilihat sejak 2006 jumlah koperasi 4008 unit dan meningkat pada 2007 lalu menjadi 4176 hingga pada tahun 2008 melaju dengan jumlah 4.356 unit. Volume nilai usaha juga meningkat dari Rp. 966.490.000 menjadi Rp.1,38 miliar labih. Sisa Hasil Usah juga menanjak dari Rp. 92 juta menjadi Rp. 110 juta lebih. Fungsi koperasi dalam menangulangi pengangguran juga terlihat dari jumlah serapan tenaga kerja. Terdata saat ini dari 455 orang tenaga manager jumlahnya bertambah menjadi 603 orang. Sedang tingkat karyawan, koperasi telah menampung ribuan karyawan dari 4.648 orang meningkat menjadi 5.619 orang. (RiauI nfo.com).
           Berdasarkan informasi serta data pada dinas koperasi provinsi Riau, rataan umur koperasi sekitar 10,2 tahun dengan rentangan 5,21 tahun sampai 16,4 tahun. Apabila dibandingkan dengan perusahaan bisnis lainya, maka koperasi di provinsi Riau cukup matang dalam perkembanganya dan seharusnya memperlihatkan dampak terhadap kesejahteraan anggotanya. Secara sinerji kemajuan koperasi itu seharusnya sudah memperlihatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Riau, khusunya didaerah perdesaan. Dibawah ini adalah rekapitulasi Koperasi berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2007. (Syahza. A (2009). 
      2. Permasalahan Koperasi di Riau 
           Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Riau Raja Indra mengatakan bahwa jumlah koperasi bermasalah yang hanya sekedar memasang papan nama tanpa aktifitas ini sudah turun sekitar 66 unit dari sebelumnya 1.474 menjadi 1.408. Adapun Permasalahan yang dihadapi oleh koperasi di Provinsi Riau akan dijelaskan secara rinci dibawah ini : a) Masalah pokok koperasi adalah kekurangmampuan manajemen koperasi untuk menggerakkan dan membina pengurus dan manajer yang baik agar bisa bekerja secara profesional. Dengan kata lain, manajemen koperasi kurang mampu untuk mengorganisasi dan mengelola anggota-anggota koperasi secara efektif. Lebih-lebih dalam hal memotivasi para pengurus dan manajer dilapangan agar mampu bekerja dalam etos kewirausahaan yang berkarakter koperasi. b) Masalah kedua adalah dalam hal usaha koperasi. 
      Dalam pelaksanaan usaha, koperasi belum sepenuhnya mampu mengembangkan kegiatan di berbagai sektor perekonomian, koperasi belum sepenuhnya mampu menciptakan mata rantai tataniaga yang efektif & efisien dalam pemasaran hasil produksi anggotanya maupun dalam distribusi bahan kebutuhan pokok para anggotanya, serta terbatasnya modal yang khususnya dalam bentuk kredit dengan persyaratan lunak untuk mengembangkan usaha, terutama yang menyangkut kegiatan usaha yang sesuai dengan kebutuhan anggota, di luar kegiatan program pemerintah. Di sisi lain, produk yang dihasilkan koperasi tersebut seringkali tidak bisa bersaing dengan produk industri. (Formatnews - Pekabaru). 
       Menurut Syahza. A (2009), dalam bukunya Ekonomi Pembangunan mengungkapkan bahwa permasalahan pengembangan koperasi di Riau antara lain: a) Lemahnya kualitas sumber daya manusia, khususnya kualitas manajemen. b) Kegiatan yang dilakukan oleh koperasi tidak sesuai dengan kebutuhan anggotanya sehingga koperasi berjalan atas kehendak pengurus semata, hal ini akan mengakibatkan rendahnya partisipasi anggota. c) Masih ditemukan adanya koperasi yang tidak menyertakan anggota dalam aktifitasnya. d) Koperasi masih sebatas penghubung antara anggota dengan mitra kerja. 
     3. Reposisi Koperasi di Riau 
        Berbagai permasalahan yang telah diuraikan diatas merupakan penyebab utama banyaknya koperasi yang tidak aktif di Provinsi Riau. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan reposisi peran koperasi yang secara mandiri dilakukan oleh koperasi dan pengusaha kecil. Keikutsertaan pemerintah dalam program ini dibatasi hanya sebagai fasilitator dan regulator, melalui suatu mekanisme yang menempatkan koperasi dan usaha kecil sejajar dengan perusahaan-perusahaan milik swasta maupun perusahaan milik pemerintah. Dengan perubahan kedudukan dan peranan koperasi yang demikian dan sesuai dengan kebijaksanaan program pembangunan koperasi dalam era reformasi yang menitikberatkan pada suatu upaya memandirikan koperasi. Reposisi peran koperasi pada hakikatnya ditujukan menyelaraskan peran koperasi, sesuai dengan ide serta prinsip dasar koperasi. 
              Di samping untuk mengembalikan tujuan pembangunan koperasi. Tujuan dari adanya reposisi koperasi adalah : a) Pembebanan resiko dari anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang selanjutnya kembali ditanggung secara bersama oleh anggotanya. b) Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang layak. c) Memiliki alat perlengkapan organisasi yang berfungsi dengan baik seperti pengurus, Rapat Anggota, dan Badan Pemeriksa, serta manajer yang terampil dan berdedikasi. d) Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara penumpukan modal anggota. e) Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia secara optimal untuk mempertinggi efisiensi. f) Pengaruh dari koperasi terhadap anggota yang berkaitan dengan perubahan sikap & perilaku yang lebih sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan, diantaranya perubahan teknologi, pasar dan dinamika masyarakat. 
           Untuk mencapai tujuan dan sasaran atas dasar bidang prioritas, maka dalam upaya melakukan reposisi peran koperasi diperlukan perencanaan program yang terarah dan terencana, sehingga diharapkan koperasi akan menjadi lembaga ekonomi yang kuat, dan mampu tumbuh dan kembang dengan kekuatan sendiri. Untuk itu ditetapkan empat kebijakan dasar yaitu : a) Kebijaksanaan pembinaan organisasi dan manajemen koperasi melalui pendidikan dan latihan, serta penyediaan bantuan tenaga manajemen yang terampil dan memiliki motivasi serta idealisms koperasi. b) Tersedianya kesempatan usaha yang seluas-luasnya beserta tersedianya bantuan fasilitas permodalan dengan syarat yang memadai, untuk pengadaan sarana produksi, pengolahan dan pemasaran yang dibutuhkan. c) Kebijaksanaan dalam rangka pemupukan modal melalui simpanan wajib, yang terpusat dan terpadu, disamping melakukan usaha untuk semakin menggalakkan kesadaran menabung dari anggota sendiri. Pemupukan modal merupakan pendukung utama bagi terbentuknya lembaga keuangan yang dimiliki oleh koperasi. d) Terjalinnya pola kerjasama antara koperasi dalam satu kesatuan jalinan kelembagaan koperasi yang terpadu dan menyeluruh, serta terkait dalam tata ekonomi nasional bersama-sama dengan usaha swasta dan usaha negara. 
           Beberapa agenda reposisi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan koperas di provinsi Riau adalah : a) Peningkatan partisipasi anggota koperasi. b) memanfaatkan perkembangan informasi teknologi untuk penerangan, penyuluhan, pendidikan dan latihan perkoperasian. c) Peningkatan dan pengembangan efisiensi dan produktivitas usaha koperasi. d) Peningkatan dan pengembangan kesempatan usaha bagi koperasi dalam era pasar bebas. e) Peningkatan dan pengembangan struktur permodalan Dalam suasana persaingan dunia usaha yang kompetitif, keberadaan usaha koperasi dituntut untuk dapat bersaing dengan para pelaku usaha lainnya, karena lembaga ini dianggap cukup repsentatif dalam memberdayakan kegiatan ekonomi masyarakat. Langkah kerjasama dalam bentuk kemitraan usaha merupakan suatu strategi untuk dapat mengembangkan usaha koperasi dan secara moril kerjasama ini sangat diperlukan adanya dukungan yang maksimal dari pihak pengusaha besar melalui paket pembinaan. Selain pengusaha diperlukan juga karjasama dari berbagai lembaga keuangan yang ada dprovinsi Riau. 
          Dari ketiga komponen mitra (koperasi, perusahaan, dan lembaga keuangan) perlu dukungan dari pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Pemerintah sifatnya disini hanya sebagai pemberian jasa berupa pembinaan dan penyuluhan. Untuk lebih jelasnya bentuk mitra kerja koperasi disajikan pada gambar dibawah ini : (Syahza. A (2009) 
      D. Penutup 
          1. Kesimpulan 
            Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa penyebab banyaknya koperasi didaerah Riau yang tidak aktif adalah : (1) Manajemen koperasi yang belum optimal (2) pelaksanaan usaha, koperasi belum sepenuhnya mampu mengembangkan kegiatan di berbagai sektor perekonomian, (3) Masih ditemukan adanya koperasi yang tidak menyertakan anggota dalam aktifitasnya, (4). Koperasi masih sebatas penghubung antara anggota dengan mitra kerja. Adapun usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi maslah tersebut adalah dengan melakukan repposisi koperasi, yang merupakan suatu usaha untuk membangun kembali peran koperasi sesuai dengan tujuan awal koperasi 
      2. Saran 
         Dengan adanya pembahasan makalah tentang keadaan koperasi di Provinsi Riau serta solusinya maka diharapkan dapat menjadi suatu rujukan dalam upaya menagatasi berbagai permasalahan koperasi yang ada di Provinsi Riau. 

DAFTAR PUSTAKA 

Syahza.A. (2009). Ekonomi Pembangunan. Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Riau.Pekanbaru. http://www.formatnews.com/?act=view&newsid=2802&cat=36.Diakses 05 Maret 2011 http://www.koperasiku.com/artikel/manajemen-koperasi. Diakses 06 Maret 2011 
http://almasdi.unri.ac.id/artikel_pdf  
 PEMBERDAYAAN%20KOPERASI%20BERBASIS%20AGRIBISNIS%20DI%20DAERAH%20PEDESAAN.pdf.  
  Diakses 06 Maret 2011 http://gresnews.com/ch/Economy/cl/Riau/id/1030285/read/1/Ribuan-Koperasi-
  di-Riau-Bermasalah . Diakses 06 Maret 2011 
http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/06_Burhanuddin.pdf. Diakses 06 Maret 2011 http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%289%29%20antara%20dan%20anderson-
     kinerka%20kud%20di%20bali%281%29.pdf. Diakses 05 Maret 2011 
Metrotvnews.com, Pekanbaru Nusantara / Senin, 25 Januari 2010 18:08 WIB